Pembangunan Berbasis Data
Oleh
Hengky Ola Sura
Koordinator
Divisi Informasi & Dokumentasi PBH NUSRA
Salah
satu faktor kegagalan pembangunan kita adalah lemahnya data dan informasi yang
valid tentang rencana pelaksanaan pembangunan. Kalau pun ada itu lebih banyak
rekayasa dan intrik penuh mark up. Tulisan berikut coba membangun pandangan
tentang pentingnya data dari sebuah proses riset bagi tepat sasarnya proses pembangunan. Pentingnya
ulasan data yang akurat dijamin akan menciptakan keberhasilan dan kesuksesan
pembangunan itu sendiri.
Adalah
Wayan Darmawa, MT (Kepala BAPPEDA) Provinsi NTT saat ini, pernah mengemukakan
bahwa, data adalah urat nadi kesejahteraan, jika urat nadi putus maka timbullah
penyakit. Sama halnya dengan data, jika SKPD tidak punya data maka akan muncul
permasalahan dalam pemerintahan. Wayan Darmawa benar karena bicara data berarti
bicara urgensitas sebuah rencana tindak lanjut dari langkah pembenahan pelbagai
aspek semisal pembangunan infrastrukutur atau pun pembenahan sumber daya
manusia terutama pengentasan masalah pendidikan dan kesehatan yang kerap terjadi dimana-mana.
Dalam ranah advokasi kebijakan misalnya, pertanyaan yang mengganggu adalah mengapa hasil-hasil kajian tidak menjadi basis dalam perumusan kebijakan publik? Mengapa para pengambil kebijakan tidak tertarik untuk menggunakan hasil-hasil kajian sebagai masukan kebijakan, dan justru lebih mengutamakan usulan publik yang disalurkan melalui forum-forum aspirasi seperti Musrenbang, konsultasi publik dan terlebih saat reses, (Agus Salim, Bakti News, 2015:35) Mengapa tradisi perumusan kebijakan berbasis fakta (evidence based policiy making) dirasa sulit berkembang di kalangan para pengambil kebijakan
Pertanyaan-pertanyaan sederhana di atas menjadi kajian penulis untuk membahas lebih dalam mengenai usaha membangun baik pembangunan fisik infrastruktur maupun pembangunan manusia yang lebih baik dan berdaya guna. Kisah dari kabupaten Manggarai dianggap paling banter dari bukti lemahnya kajian advokasi dari para pihak dan keteledoran Pemkab adalah dari sektor pertambangan yang hanya memberikan andil bagi pendapatan asli daerah sebesar dua prosen,(FP,6/5). Fakta sumbangan dua prosen dari tambang adalah bukti bahwa pemkab Manggarai dalam hal ini Bupati saat laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPj) diakhir masa jabatannya tidak cukup baik memahami tentang keuntungan yang diperoleh dari sektor pertambangan lebih jauh dari itu adalah ketidakpedulian pada analisis dampak lingkungan pertambangan atau pun seruan dari gereja lokal yang tegar konsisten menolak tambang.
Kisah dari kabupaten Manggarai ini hanyalah sedikit contoh kasus dimana pemimpin-pemimpin kita semisal kepala daerah tidak cukup baik memahamami tentang data. Dalam ranah legislatif pun demikian, legislator kita lebih pada kajian kasat mata saat reses menanggapi permintaan konstituennya tanpa membuat kajian atau pun cross check data. Tanpa menafikan bahwa reses itu penting atau tidak, reses toh tetap penting karena langsung mendengar, melihat dari dekat apa yang seharusnya dibangun namun perlu kesiapan dalam memanfaatkan dana yang peruntukkannya untuk rakyat sebagai penikmat utama. Pembangunan yang hanya bergerak pada arus eksekutif punya maunya sendiri, legislatif punya maunya sendiri diri hemat saya akan tenggelam dalam pusaran ketidakadilan dan ketidakmerataan kesempatan pembangunan karena persaingan hegemoni kekuasaan dalam iklim survival of the fittest.
Pembangunan Berbasis Data
Pembangunan
berbasis data kini gencar mulai dilaksankan oleh pemerintah dan juga organisasi
non pemerintah. Di provinsi NTT kini ada
Forum Data dan Informasi Pembangunan, di kabupaten Flores Timur ada kantor
Flotim Satu Data. Adanya instansi data seperti ini setidaknya mampu
mempengaruhi pelbagai kalangan peneliti baik itu dari akademisi, unsur
pemerintah dan LSM untuk turut membangun rantai kerjasama yang efektif dalam
proses pembangunan. Ego sektor kadang menjadi penyebab madeknya pembangunan.
Lembaga pemerintahan sudah saatnya giat menggandeng para akademisi dan LSM
untuk terlibat dalam pembangunan. Dan para akademisi juga pegiat LSM sudah
saatnya membangun isu seksi yang dapat disinkronkan dengan kerja pemerintah
dalam proses pembangunan. Ikatan kekerabatan sosial yang tercipta tanpa intrik
akan menghasilkan pembangunan berbasis data yang akurat dan tepat sasar.
Pembangunan berbasis data pada akhirnya bermuara pada rekomendasi kebijakan dan
desain program yang simple dalam tataran implementasinya. Agus Salim, seorang
peneliti senior dari Jaringan Peneliti Kawasan Indonesia Timur (JiKTI) pernah
memberikan sebuah contoh klasik yang selama ini terjadi dengan pembangunan di
Indonesia Timur yakni; para pengambil kebijakan cenderung menghindari
rekomendasi kebijakan yang rumit, kompleks dan melibatkan banyak pihak,
membutuhkan anggaran besar dan berdimensi jangka panjang. Contohnya,
rekomendasi berupa pemberian susu gratis pada saat gerak jalan santai akan
lebih cepat direspon oleh para pengambil kebijakan, ketimbang rekomendasi
penanganan gizi buruk. Contoh lainnya yang daapt dimasukan di sini adalah
besarnya anggaran memang direspon tetapi pelaksanaannya kadang jauh panggang
dari api. Mari kita menyongosong implementasi pelaksanaan UU Desa dengan
menyiapkan sistem data dan infomasi yang jujur bagi pelaksanaan pembangunan.
No comments:
Post a Comment