Oleh Hengky Ola Sura
Mahasiswa Uniflor Ende
Film Laskar Pelangi, kisah yang diangkat dari novelnya Andrea Hirata secara amat telak menyuguhkan kepada semua yang bertanggung jawab dengan pendidikan untuk menyadari bahwa tujuan pendidikan pertama dan yang terutama adalah membantu anak-anak menjadi orang dewasa dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah membantu anak memperoleh tingkat kepandaian sesuai dengan kemampuan intelektualnya. Hal inilah yang ditekankan oleh Pak Harfan dan Bu Muslimah dalam film Laskar Pelangi. Sebuah film pendidikan yang berlatarkarkan kehidupan orang-orang miskin, namun dengan pendekatan hati yang tulus, 10 anak miskin dalam film tersebut memperoleh pendidikan budi pekerti yang kuat sebagai dasar untuk terus menjalani hidup. Memiliki semangat dan daya juang bahwa tujuan utama sekolah adalah bukan mencetak manusia-manusia super cerdas yang karbitan. Dan itu menyata dalam cara bagaimana Pak Harfan dan Bu Muslimah menanamkan benih cinta pada anak-anak didik di sekolah Muhammadya yang nyaris roboh.
Pendidik adalah pencinta
Menjadi guru/pendidik sebenarnya adalah menjadi seorang pencinta. Harus mulai dengan cinta, karena dengan menjadi seorang pencinta seorang guru/pendidik walaupun tidak harus belajar psikologi kepribadian atau perkembangan peserta didik pasti berusaha menanamkan dalam dirinya pemahaman akan karakter anak didiknya. Untuk selanjutnya membuat sebuah pendekatan hati agar membantu anak/peserta didik bagaimana seharusnya mengembangkan potensi dirinya. Ada ungkapan dalam bahasa Sansekerta yang berbunyi demikian ‘Tat twam asi’ yang tafsiran maknanya adalah aku adalah kamu, kamu adalah aku; bila aku mencederai kamu, aku mencederai diriku sendiri; bila kamu mencederai aku, kamu mencederai dirimu sendiri. Sikap ini sebenarnya mau menegaskan watak seorang pendidik/guru yang ideal yang peka pada lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan lingkungan pikir manusia. Sebagai pendidik yang adalah seorang pencinta, guru perlu melihat semua realitas yang terjadi dengan anak didik.
Banyak masalah atau problem di sekolah terjadi karena guru tidak memahami managemen konflik. Misalnya saja, seorang anak yang tergolong baik, suka menolong, punya kemampuan intelektual bagus tiba-tiba dituduh oleh gurunya hanya karena ada laporan dari luar sekolah tentang si anak tersebut bahwa anak itu mengadu domba kawan-kawannya untuk saling berkelahi. Tuduhan yang tak beralasan tanpa melihat indikator apa sampai anak tersebut dituduh telah secara tidak langsung melukai si anak tersebut. Si anak menjadi seorang yang sangat kecewa dengan tindakan tuduhan gurunya. Seharusnya kalau mau bijak, guru tidak langsung percaya pada laporan tersebut, tetapi bagaimana caranya ia menghadirkan anak-anak yang berkelahi dan menanyakan sebab perkelahian tersebut. Hal mengganjal apa yang membuat mereka sampai berkelahi. Dengan menuduh si anak tadi, guru sebenarnya justru menciptakan masalah baru. Mengapa demikian? Karena guru secara tidak langsung telah membuat si anak tadi merasa dalam dirinya ia seorang yang bisa saja luntur kepribadiannya yang baik dan kegairahannya dalam belajar menurun. Hal yang sepele tetapi akan sangat membekas dalam diri si anak karena sebuah tuduhan yang tak beralasan telah membuat nama baik si anak tadi tercoreng. Ini sebuah contoh yang sederhana tetapi guru perlu memaknai bahwa yang dididiknya bukanlah manusia-manusia robot tetapi orang-orang yang punya harga diri, akal dan hati.
Contoh tersebut di atas mungkin mewakili masalah-masalah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan kita. Guru harus menciptakan dalam dirinya tipikal guru yang jadi idolah karena ketegasan, kemampuan dan kewibawaan serta kebijakan yang merangkul. Banyak masalah terjadi justru guru tampil sebagai penuduh, emosional dan berkepribadian impulsif. Anak didik dilihat sebagai bank yang di dalam diri mereka dijejali aneka nasehat, petuah , pelajaran, pembinaan serentak kata-kata umpatan yang membuat anak didik terluka. Kekerasan fisik maupun verbal sangat riskan dengan perkembangan anak didik dan dapat mencederai semangat untuk belajar. Ingatlah juga bahwa kekerasan verbal dapat digunakan dalam tataran yang harus melihat situasi dan kondisi yang tepat. Karena kekerasan verbal justru melukai lebih dalam hati peserta didik dan membuatnya teralienasi. Pendidikan tidak mengajarkan bahwa anak atau peserta didik harus dikasihani terus-menerus tetapi anak atau peserta didik itu harus dihargai sebagai pribadi. Dan penghargaan kepada seorang pribadi yang paling tinggi ialah cinta kasih.
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa tujuan utama pendidikan adalah membangun ekologi manah (mind) manusiawi. Hal terpenting dari pendidikan bukanlah apa yang tampak secara fisik tetapi lebih pada hasil yang tidak tampak karena ia tak teraba (intangible),yaitu pengetahuan yang ditanamkan di dalam manah (jiwa dan hati) anak didik (bdk, Prof. Stephanus Djawanai, Universitas Flores Mengubah Polah Pikir Anak Indonesia, Orasi Ilmiah Wisuda Uniflor, 15 Desember 2009). Kita ketahui bahwa manah manusia mengatur pola pikir; pola pikir menguasai perasaan; perasaan membentuk sikap hidup; sikap hidup memandu perilaku;perilaku membangun watak kepribadian; dan watak kepribadian menentukan jalan hidup kita. Managemen konflik dalam pendidikan menjadi penting, karena pendidikan yang baik pada tingkat manapun mendorong penciptaan rasa kemanusiaan dalam wujud cinta pada Sang Pencipta, cinta pada keluarga, cinta pada diri sendiri, cinta pada sesama dan cinta kepada alam. Managemen konflik dalam pendidikan juga pada gilirannya akan membebaskan peserta didik dari rasa keterkungkungan dalam rasa bersalah yang akut untuk terus maju bahwa mereka merasa dihargai dan terus maju menggapai impian. Tepat seperti nasihat Lintang yang mengalami konflik dengan bathinnya karena gagal meneruskan sekolah dalam Laskar Pelangi. Nasihat untuk putrinya dikemudian hari antara lain, ‘kejar pelangimu sampai ke ujung dunia nak macam paci ikal, jangan pernah menyerah’.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Puisi-Puisi Gody Usnaat-Catatan Redaksi Hengky Ola Sura
POHON SINYAL :buat Anna 1/ sudah dua jam aku duduk di bawa pohon sinyal menanti sinyal datang hinggap dan berki...
-
Oleh Hengky Ola Sura Kru Buletin Sastra Seniman Kata Uniflor Ende Memasyarakatkan sastra salah satunya adalah melalui pentas teater. Teater ...
-
Setelah 09 Juni 2004, tinggal kami berlima. Saudari kami, nomor empat berpulang dalam matinya yang paling diam. Tak ada pesan, tak ada cerit...
No comments:
Post a Comment