Oleh Hengky Ola Sura, Mahasiswa Uniflor, Ende,
Selasa, 1 Desember 2009 | 12:24 WITA
PERAN pers pada dasarnya adalah mengembangkan jurnalisme yang mengatas namakan publik. Patut diketahui pula bahwa dalam perjalanannya pers kadang juga tidak memainkan peran apa pun selain sebagai audiens.
Rakyat menjadi sesuatu yang abstrak, sesuatu yang dibicarakan oleh pers, tapi tidak diajak bicara. Pers menuntut adanya kebebasan, tapi pers juga yang mengekang kebebasan itu sendiri.
Berkenaan dengan ulang tahun ke-17 harian terbesar yang ada di NTT, Pos Kupang, penulis yang adalah pembaca setia Pos Kupang mencoba memaparkan pemikiran berkaitan dengan peran pers dalam tatanan fungsinya sebagai pengontrol yang harus lebih demokratis. Tulisan ini tidak bermaksud menggurui Pos Kupang. Hemat penulis Pos Kupang sebagai koran kebanggaan orang NTT telah mengembangkan sebuah 'jurnalisme kepiting' dalam beritanya (Tony Kleden: "Pers sebagai Advocatus Diaboli", dalam Menukik Lebih Dalam, ed. Paul Budi Kleden dan Otto Gusti Madung, hal, 289, Ledalero, 2009).
Jurnalisme kepiting artinya prinsip jurnalisme di mana obyek berita didekati dari pinggir dan mengganggunya pelan-pelan, tidak langsung menohok dan menukik. Ibarat kepiting, ketika hendak naik batu, dia pasti berputar mengelilingi batu sebelum akhirnya tiba di puncak batu.
Hemat penulis prinsip ini juga adalah bagian dari sebuah kerja pers yang demokratis. Menohok dan menukik harus dengan mulai membongkar dari pinggir, apalagi untuk pemberitaan dengan tingkat konflik yang tinggi dan riskan. Bicara soal demokratis, langsung bersentuhan dengan sistem politik, tetapi sistem politik juga dapat dibentuk dengan peran pers sebagai satu aspek penting yang menyorotinya. Dengan demikian pers pun dalam kerjanya dituntut untuk memberitakan informasi secara demokratis.
Pers yang demokratis hanya dapat berlangsung pula dalam pemerintahan yang demokratis. Jadi bukan sekadar menunggu datangnya pemilu untuk dijalankan secara demokratis, tetapi bahwa dalam fungsi kontrolnya pers mendapat kebebasan. Dan kebebasan itu datangnya dari pemerintahan yang menghendaki hidup dan kehidupan dalam alam demokrasi.
Pers yang demokratis pada gilirannya akan menyiapkan jurnalis yang profesional. Pers dalam perannya sebagai pengontrol menuntut adanya kebebasan yang disebut kebebasan pers. Berkenaan dengan kebebasan, pers seharusnya senantiasa ingat dengan apa yang dikatakan oleh Albert Camus, seorang penulis termahsyur yang menulis Mitesisifus dan Orang Asing. Dia mengatakan bahwa jika pers bebas itu bisa baik, tetapi bisa juga buruk. Namun, jika tanpa kebebasan pers bisa dipastikan buruk.
Pers dalam perannya adalah pengontrol serentak pembuka tabir yang menguak kebenaran. Kebenaran inilah yang menjadi prinsip paling utama dalam jurnalisme. Pers bebas dalam pemberitaannya harus tetap bertanggung jawab, tetapi juga harus bebas kontrol. Artinya pers dalam kerjanya bekerja tidak sebagai corong pemerintah yang sewenang-wenang atau pejabat publik yang timpang kerjanya tetapi mampu menyuarakan ketimpangan dan kesewenang-wenangan itu dengan model jurnalisme kepiting.
Pers punya komitmen dan konsistensi, ada harga diri dan martabat, ada self expression yang jernih dan tulus. Dengan demikian pers pertama-tama telah menciptakan, mendidik jurnalis-jurnalisnya untuk profesional dalam kerja dan liputannya. Jurnalis tidak hanya punya wawasan dan pengetahuan, skill hebat, tetapi ia harus tahu orientasi yang diutamakan oleh komunitas persnya. Jurnalis sebagai anggota sebuah komunitas persnya bukan hanya bekerja sebagai pembuat berita untuk dibaca, tetapi juga punya rencana berita/planning the news.
Akhirnya semua pekerja pers perlu menyadari bahwa seleksi pemberitaan juga menjadi aspek penting. Tidak hanya soal tampilan fisik (baca, desain kolom dan halaman) tetapi pertimbangan psikologi, daya serap khalayaknya. Seleksi menjadi pekerjaan yang melekat pada pers, dengan demikian pers telah mulai dalam dirinya aspek yang demokratis tanpa menunggu hadirnya pemerintahan yang adil dan demokratis. Selamat ulang tahun Pos Kupang. Teruslah bersuara.*
Kru Buletin Sastra Seniman Kata
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Puisi-Puisi Gody Usnaat-Catatan Redaksi Hengky Ola Sura
POHON SINYAL :buat Anna 1/ sudah dua jam aku duduk di bawa pohon sinyal menanti sinyal datang hinggap dan berki...
-
Oleh Hengky Ola Sura Kru Buletin Sastra Seniman Kata Uniflor Ende Memasyarakatkan sastra salah satunya adalah melalui pentas teater. Teater ...
-
Setelah 09 Juni 2004, tinggal kami berlima. Saudari kami, nomor empat berpulang dalam matinya yang paling diam. Tak ada pesan, tak ada cerit...

No comments:
Post a Comment